Keadaan Perempuan
Kembali mengingat bahwa tenggelamnya akhlak perempuan, maka tenggelam pula nilai-nilai islami dalam dirinya. Pada akhirnya, dirinya dihampiri oleh kesesatan lalu dengan mudah terbawa oleh keindahan dunia yang faktanya adalah fana. Integrasi ilmu dan teknologi diagungkan, namun moralitas masih dipertanyakan.
Kacaunya separuh perempuan masa kini padahal mereka adalah pondasi generasi masa depan. Jika kita melebarkan pandangan terhadap masalah yang terjadi, perempuan menjadi sasaran utama dalam pengaruh media sosial.
Sebuah tren aplikasi tiktok yang belakangan ini sangat terkenal membawa perempuan menjadi penikmat hiburan yang satu ini. Dilansir dari data statistik penggunaan aplikasi tiktok di Indonesia, Pada awal tahun 2022, 66% audiens Tik-Tok di Indonesia adalah perempuan, sementara 34% adalah laki-laki.
Fenomena yang memprihatinkan ini sudah menjadi masalah krusial apalagi jika dilihat dalam perspektif Islam. Para perempuan yang dengan lihai berjoget dan mengupload video pribadinya di sosial media lalu menjadi viral dipandang sebagai kesuksesan bagi mereka.
Namun, bukannya hal ini malah merambah pada hilangnya kehormatan? Hal ini pernah ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadist,
“Jika Allah SWT ingin menghancurkan sebuah kaum, dicabutlah dari mereka rasa malu. Bila rasa malu telah hilang maka yang muncul adalah sikap keras hati. Bila sikap keras hati membudaya, Allah mencabut dari mereka sikap amanah (kejujuran dan tangung jawab). Bila sikap amanah telah hilang maka yang muncul adalah para pengkhianat. Bila para mengkhianat merajalela Allah mencabut rahmat-Nya. Bila rahmat Allah telah hilang maka yang muncul adalah manusia laknat. Bila manusia laknat merajalela Allah akan mencabut dari mereka tali-tali Islam.” (HR Ibnu Majah)
Sebagian dari perempuan mengalami krisis identitas yang begitu memprihatinkan. Bagaimana tidak? Mereka telah kehilangan jati diri dengan memilih hidup dalam kebebasan yang sebebas-bebasnya dan jauh dari ajaran agama.
Sekedar untuk hiburan tapi yang terjadi justru waktu terbuang percuma, ibadah dilalaikan, terjerumus dalam gaya hidup barat yang sekuler, dll. Sama sekali tidak membawa maslahat bagi dirinya sendiri, apalagi untuk umat. Lebih ironis lagi ketika mereka hilang kendali karena ajaran agama tidak menjadi sandaran.
Mereka dengan mudah berhubungan dengan lawan jenis dan pada akhirnya tenggelam dalam berbagai kemaksiatan. Betapa rusaknya perempuan masa kini, kehormatan hilang dan tinggalah penyesalan.
Dari sekian permasalahan yang telah dijelaskan di atas, era globalisasi ibarat dua sisi mata pisau, di dalamnya tersimpan dampak positif yang mempermudah kehidupan manusia, tapi di sisi lain terdapat pula dampak negatif yang mencekam apabila masyarakat tidak bijak dalam menghadapinya.
Menjadi Perempuan Hebat
Seorang perempuan sudah seharusnya menjaga kehormatan diri dengan sebaik-baiknya. Ajaran agama harus menjadi standar dalam memilah-memilih hal positif dan negatif dari globalisasi. Moralitas tidak boleh runtuh dan keimanan harus senantiasa dikuatkan agar bisa menjadi sosok muslimah yang mampu menjadi pondasi yang baik untuk generasi masa depan.
Perempuan yang dulu dianggap lemah, tidak berdaya, berdosa, dan tidak bermanfaat pada hakikatnya memiliki peran besar dalam suatu peradaban. Betapa tidak, orang-orang besar dari zaman dahulu hingga sekarang nyatanya terlahir dari rahim seorang perempuan.
Mari kita lihat sosok Trimurti K.H Ahmad Sahal, K.H Zainuddin Fananie, K.H Imam Zarkasyi ketiganya menjadi pejuang yang dikenang hingga saat ini. Beliau berhasil mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang melahirkan pemimpin-pemimpin umat dan menyebar ke seluruh penjuru negeri.
Tentu dapat kita simpulkan bahwa sosok perempuan yang mendidik beliau adalah perempuan tangguh sehingga menghasilkan generasi penerus yang luar biasa. Jika pondasinya sudah kuat, maka bangunannya akan selalu kuat, pun sebaliknya. Generasi yang baik akan membawa perubahan untuk negeri, dengan teguh dan lapang mampu menjadi pemimpin dan mau dipimpin.
Dalam satu kalimat hikmah disebutkan:
النساء عماد البلاد إذا صلحت صلح البلاد وإذا فسدت فسد البلاد
“Perempuan adalah tiang negara. Apabila perempuannya baik maka baik pula negara. Apabila perempuannya rusak maka akan rusak pula negara.”
Perempuan harus mampu berdiri sebagai tonggak peradaban umat karena sebuah bangsa yang besar dapat dilihat dari sosok perempuan di dalamnya. Jika moral, keilmuan, dan perilaku setiap perempuan itu baik, maka lahirlah generasi yang baik pula.
Itulah yang dibutuhkan bangsa kita saat ini. Sosok perempuan tangguh, ideal, tetap beriman dan menjunjung etika meski berada di tengah pergolakan zaman. Sosok perempuan yang jauh dari penyimpangan dan degradasi moral dalam kebebasan dunia yang semakin menyala.
Dari rahimnyalah terlahir generasi emas untuk masa depan yang cerah. Karena itulah Islam menetapkan bahwa perempuan berperan dalam kemajuan suatu bangsa. Begitu pentingnya perempuan dalam sebuah keluarga, kasih sayangnya adalah bahan bakar penyemangat anaknya untuk selalu hidup dengan ilmu dan iman.
Ia menjadi al-Madrasah al-Ula bagi anak-anaknya dengan segala keilmuan yang ia miliki. Ketika menjadi istri, keberadaannya tidak hanya untuk menemani, melainkan juga sebagai mitra dan penyemangat bagi suaminya. Seperti halnya Siti Khadijah istri Rasulullah SAW.
Pengorbanannya dalam mendukung perjalanan dakwah Rasulullah sangat luar biasa. Beliau menjadi salah satu sumber kekuatan dan pendukung setia Rasulullah dalam suka maupun duka. Islam memandang keberhasilan perempuan terukir ketika ia mampu menghasilkan generasi yang baik dan mampu berada di garis terdepan dalam mendukung suaminya, bukan yang mampu bersaing dengan laki-laki atau terlalu berkiprah di luar rumah.
Perlu digaris bawahi, keberhasilan seorang perempuan dalam perspektif Islam juga ditentukan dari bagaimana ia menerapkan ajaran Islam secara kaffah. Spiritualitas, moralitas, dan keilmuan harus diimplementasikan secara seimbang, karena tidak menutup kemungkinan ideologi-ideologi Barat akan terus menjarah pemikiran.
Memanglah berat dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan, perlu waktu, mental, dan pengalaman agar pemikiran kita tidak terpengaruh dan keluar dari syariat Islam. Sudah banyak ideologi yang muncul dan mengakar di antara pemikiran masyarakat.
Sekuler-liberal, kapitalis-sekuler, feminisme, modernisasi, pluralisme, radikalisme dan isme-isme lainnya sudah menjadi masalah serius yang harus terus diwaspadai. Jangan sampai perempuan sebagai pilar peradaban terjajah oleh sistem ideologi yang salah kaprah.
Salah satunya ketika feminisme diagungkan dengan dalih mengangkat perempuan dari keterpurukan. Kaum feminis menganggap peran perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga sebagai pekerjaan remeh, mengekang, dan tak bernilai. Islam dinilai mendiskriminasi dan mengikat kebebasan perempuan.
Sudah banyak perempuan yang terjerumus di dalamnya, padahal Islam sudah mengatur peran laki-laki dan perempuan agar bisa saling menyempurnakan. Perempuan tidak terukir untuk menyaingi laki-laki, bahkan dalam al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 34 telah disebutkan
الرِجَالُ قَوَامُوْنَ عَلَى النِسَاءِ
Maka tidak seharusnya perempuan mengikuti pemikiran para feminis, sebab perempuan telah diciptakan dengan fitrahnya masing-masing. Islam secara historis pun terbukti memuliakan perempuan yang sebelumnya terbelenggu kebiasaan jahiliyah yang mengerikan.
Maka, hendak dikemanakan peradaban bangsa kita saat ini? Perempuan sebagai pilar peradaban suatu bangsa harus selektif dalam mengambil segala sesuatu yang baru di era global. Pengaruh dunia modern saat ini memanglah nyata sehingga eksistensinya dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan.
Mulai dari dampak negatif kecanggihan teknologi, media sosial, ideologi pemikiran Barat sampai saat ini terus menjajah manusia. Untuk itu, dalam menyongsong peradaban Islam yang bermartabat, tentu dibutuhkan pilar-pilar bangsa yang kuat, yaitu sosok perempuan yang akan mendidik generasi-generasi selanjutnya, generasi emas yang akan menjadi pemimpin umat. Mundziru-l-qoum.