Pada kuliah umum babak kedua (7/12/2020), pimpinan pondok modern Darussalam Gontor, Prof. Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi M.A. menjelaskan sejarah dan seluk beluk perjalanan pondok semenjak digagas oleh para trimurti hingga sekarang. salah satu yang dijelaskan ketika itu adalah perihal pesan dan kesan Ust Mahmud Yunus kepada salah satu trimurti pendiri pondok, K.H. Zainuddin Fannanie. “saya banyak nulis buku, tapi tidak banyak yang membaca. Sedang kamu banyak mencetak buku-buku berjalan” kata Ust Mahmud Yunus kala itu.
Kisah-kisah yang diceritakan pimpinan PMDG pada kuliah umum tersebut menggambarkan betapa besar ilmu, tenaga dan keikhlasan yang dipersembahkan oleh para trimurti untuk mewujudkan berdirinya lembaga pendidikan islam bermutu dan berarti yang dinamakan Pondok Darussalam Gontor.
Niat mulia dan besarnya tekad Trimurti disertai dengan kekayaan ilmu yang didapat di berbagai tempat menjadi aset berharga yang dimiliki umat islam negeri ini. berbagai jasa telah dipersembahkan Trimurti kepada umat islam kala itu. Tapi besarnya jasa dan kontribusi seseorang tidak akan abadi jika tidak memiliki karya yang mungkin dinikmati orang-orang pada masa yang akan datang.
Selain menulis beberapa buku sebagai karya dan warisan keilmuan, Trimurti pendiri Pondok juga mencetak penerus perjuangan dan tekad mereka di masa yang akan datang. Para santri yang mereka didik di rahim pondok Gontor diharapkan dapat membawa jiwa trimurti ke segala penjuru dunia guna memperjuangkan agama di segala lini kehidupan.
Pendidikan yang diterapkan kepada para santri merupakan hasil dari ijtihad dan ikhtiar para pendiri guna menciptakan suatu system pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan dengan jiwa dan tekad seperti yang dimiliki Trimurti. Para santri yang dididik sedemikian rupa, akhirnya dapat menjadi manusia yang berpengaruh bagi kemajuan umat dan bangsa seiring berjalannnya waktu.
Jiwa-jiwa trimurti yang merupakan ruh pendidikan di pondok Gontor tersebut akhirnya dibakukan sebagai sebuah dasar atau fondasi pondok yang dinamakan Panca Jiwa. Lima jiwa yang merupakan gambaran jiwa trimurti tersebut terus ditanamkan pada hati para santri dengan harapan kelak mereka dapat lulus dari Gontor dengan membawa jiwa dan ruh para trimurti dalam kehidupan sehari hari.
Jiwa keikhlasan, kesederhanaan, ukhuwah islamiyah, berdikari, dan kebebasan merupakan kelima panca jiwa pondok. Jiwa keikhlasan yang tergambar dari keputusan para trimurti untuk mewariskan tanah beserta seluruh gedung yang dibangunnya dengan keringat sendiri kepada umat islam, keikhlasan juga terlihat di seluruh kehidupan para trimurti dalam mendidik para santri yang ada di pondok kala itu. Kehidupan panjang penuh keikhlasan yang dijalani trimurti dijelaskan secara luas oleh pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor pada kuliah umum babak kedua tersebut.
Jiwa kesederhanaan terlihat dari kehidupan trimurti yang sangat jauh dari kata rakus dan egois. Kisah dimana para trimurti hanya mengambil buah kelapa yang berada ditanah wakaf pondok untuk biyaya sekolah putra dan putrinya. Di tanah yang perjuangkannya, mereka tidak pernah menuntut lebih dari apa yang diberikan pndok walau hanya buah kelapa untuk membiyayai pendidikan putra putri beliau. Kisah tersebut merupakan gambaran dari kesederhanaan yang telah menjelma menjadi panca jiwa pondok Gontor sampai sekarang.
Jiwa ukhuwah islamiyah juga terpancar dari kisah-kisah yang diberikan pimpinan pondok pada kuliah umumnya. Diamana dakwah para tri murti selalu dengan cara merangkul kebersamaan orang-orang sekitar yang pada masa itu masih kental dengan kemaksiatan. Seperti kisah dimana K.H. Ahmad Sahal yang berdakwah kepada para pembesar desa kala itu dengan menunjukkan beberapa pertunjukan yang mungkin di luar nalar manusia yang kita sebut dengan karomah dalam kajian tassawuf. Pertunjukan-pertunjukan yang diberika K.H Ahmad Sahal akhirnya mengundang perhatian penduduk sekitar, dari situlah beliau mulai merangkul satu-persatu orang-orang untuk mengenal islam. Cara beliau yang selalu mengutamakan jalan persaudaraan kemudian ditanamkan menjadi panca jiwa ketiga.
Kemandirian pondok untuk tidak bergantung pada siapapun juga menjadi kisah yang sangat menarik untuk disimak. Pondok yang bertekat untuk bebas dan terlepas dari ketergantungan pada bantuan pihak luar menuai kisah dan dinamika yang penuh perjuangan. Sampai akhirnya pondok benar-benar mampu berdiri tegak di atas kaki sendiri. Kisah perjuangan para trimurti untuk membuat pondok mandiri juga tercantum pada salah satu panca jiwa pondok. Serta dampak dari kemandirian pondok adalah kebebasan untuk mengambil keputusan tanpa harus memperhitungkan pihak luar.
Jiwa-jiwa tersebut merupakan ruh trimurti yang disematkan kepada para kader-kader umat jebolan Pondok Modern Darussalam Gontor. seprti pesan K.H Ahmad Sahal kepada K.H. Mam Zarkasyi dan Zainuddin Fananie “Pondok adalah kaderisasi kita”.
Dari Pondok Modern Menuju Universitas yang bermutu dan berarti
Kelanjutan dari kuliah umum yang disampaikan oleh pimpinan pondok, kini rektor baru Universitas Darussalam gontor, Assoc. Prof. Hamid Fahmi Zarkasyi M.Ed., M.Phil. mendapat kesempatan menyampaikan kuliah umum pada hari berikutnya (8/12/2020). pada kesempatan tersebut, beliau menjabarkan perihal perjalanan pondok modern menuju Universitas yang berarti dan bermutu.
Bermula dari tujuan pendiri pondok, yaitu melahirkan generasi penerus yang mampu mewujudkan cita-cita pondok. Cita-cita yang hanya bisa dicapai oleh manusia dengan jiwa besar seperti halnya para trimurti. Oleh karena itu menjadi sebuah kebutuhan bagi para penerus untuk terus menghayati serta menanamkan jiwa dan nilai-nilai pondok yang diwariskan turun-temurun oleh para trimurti.
Jiwa-jiwa yang tergambar dalam panca jiwa dan Nilai kepondokmoderenan yang ditanamkan kepada seluruh santri dalam bentuk filsafat hidup pondok “Itulah yang dinamakan Wisdom” kata rektor universitas Darussalam Gontor dalam kuliah umumnya. Sebagai cita-cita dan do’a, slogan yang dijunjung UNIDA adalah Fontain of Wisdom yang berarti pancuran kebijaksanaan dengan harapan kampus UNIDA ini kelak dapat menjadi sumber kebijaksanaan yang mempu menyirami orang-orang disekitarnya dengan jiwa dan nilai-nilai pondok.
Demi mewujudkan slogan tersebut, dibentuklah sebuah lembaga perguruan tinggi yang bersistem pesantren dengan tetap menanamkan jiwa dan nilai-nilai pondok kepada seluruh mahasiswanya. Dengan menerapkan definisi pondok menurut para trimurti yang berbunyi “Pondok adalah lembaga pendidikan agama bersistem asrama dimana kyai sebagai sentral figure, dan masjid sebagai titik pusat yang menjiwainya”, UNIDA menyusun sistem agar dapat bersaing dengan perguruan tinggi yang lain tanpa melepaskan ciri khas pondok pesantren.
Usaha tersebut akhirnya melahirkan sebuah universitas yang memiliki keunikan tersendiri. Diantara keunikan yang dimiliki UNIDA adalah :
- Bersistem pesantren
- Universitas yang bermutu dan berarti
- Pusat pengembangan Islamisasi Ilmu pengetahuan kontemporer
- Menjadi pusat pengembangan bahasa Arab
- Universitas yang dipimpin oleh presiden (kyai) dan masjid menjadi pusat aktivitasnya
- Memberikan panggilan ustadz/ustadzah kepada para dosen
- Rektor, dosen, dan mahasiswa tinggal di dalam pondok
Dengan system yang disusun sedemikian rupa, diharapkan mahasiswa benar-benar dapat menyerap dan menghayati wisdom yang ada dalam bentuk jiwa dan nilai-nilai pondok. “jiwa dan nilai-nilai tersebut akan melahirkan sosok pejuang sekalugus pemimpin yang ikhlas, sederhana, mampu menjadi perekat umat, mandiri dan bebas menuruti fitrahnya sebagai manusia” begitulah kesimpulanyang diberikan rektor UNIDA, Assoc. Prof. Dr.Hamid Fahmi Zarkasyi M.Ed, M.Phil pada akhir sesi kuliah umum.