“Kepada pemuda, bebanmu akan berat, jiwamu harus kuat. Akan tetapi, aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu.”
-Hamka-
Berbicara mengenai pribadi yang hebat, maka terbayang beberapa figur pengukir sejarah dan peradaban hidup umat manusia. Teringat sosok Soekarno dan Hatta, yang hidupnya penuh perjuangan dalam memerdekakan suatu bangsa.
Lalu hadir juga sosok pemuda tangguh nan bijaksana yang membebaskan Konstantinopel menuju cahaya keislaman, Muhammad Al-Fatih bersama dengan prajurit terbaiknya. Al-Fatih merupakan sosok pemuda yang tumbuh berkembang di jalan ketaatan dan perjuangan.
Tak terlupa seorang fakir yang tidak pernah putus asa menghidupkan mimpi-mimpinya, ialah Imam Syafi’i sang pemilik fatwa rujukan umat muslim di dunia. Kecerdasan akal dan imannya telah membaca pencerahan pada kehidupan umat muslim di seluruh penjuru dunia sampai saat ini.
Janganlah kita berbicara mengenai kalangan orang terkenal saja. Lihat para petani yang berjuang menyediakan pasokan padi bagi masyarakat Indonesia, ibu-ibu hebat yang melahirkan para ulama dan tokoh-tokoh besar, dll. yang semuannya merupakan manusia hebat sesuai bidangnya masing-masing.
Di sini kita tahu, bahwa sosok manusia besar itu memiliki berbagai macam cara untuk memahami hakikatnya. Ada yang memahaminya sebagai sosok yang berkontribusi besa pada bangsa dan negara. Ada juga yang memahaminya sebagai sosok yang memberikan kebaikan pada sekitarnya.
Pribadi Besar
Sebelum nama-nama tokoh besar itu semerbak seantero bumi, apa yang mendasari kelebihan mereka dibandingkan orang lain? Padahal mereka juga merasakan lapar, haus, sedih dan senang seperti manusia pada umumnya. Darimanakah datangnya kepribadian hebat itu?
Bukankan mereka juga manusia yang makan dan minum sebagaimana manusia pada umumnya? Lantas, bagaimana bisa pribadi besar itu bisa menorehkan kontribusi besar di zamannya? Ingatkah bahwa Ali bin Abi Thalib dalam syairnya pernah mengatakan:
Manusia dipandang dari segi tubuh hanya sama ayahnya Adam dan ibunya Hawa
jika mereka membangga-banggakannya
keturunan-keturunannya pun sama, tanah dan air
Syair tersebut menegaskan bahwa sesungguhnya keistimewaan tidak lahir dengan sendirinya, namun membutuhkan upaya-upaya yang membuat ia bisa sampai kepadanya. Lantas, apakah kepribadian lahir dari fisik yang menawan?
Dikatakan dalam sebuah buku, bahwasanya Plato seorang filsuf Yunani yang memberikan sumbangsih pemikirannya merupakan seorang yang berperawakan seram, badannya besar, kepalanya tidak dipenuh rambut, matanya besar dan melotot, sehingga membuat takut bagi siapapun yang menatapnya.
Hebatnya, berbagai penilaian negatif itu akan sirna ketika Plato memulai khutbahnya, semua orang akan terpana mendengar untaian kalimat yang tertata, kedalaman berpikir, dan keluasan ilmunya.
Hal tersebut membuktikan bahwa kepribadianlah yang sukses menjadi daya tarik seseorang dan kepribadian yang baik tidak hanya hadir dari seseorang yang terlihat sempurna fisiknya. Kepribadian tidak mutlak sebuah warisan, melainkan dapat dibangun, dipelajari dan tumbuh dari pergaulan yang luas.
Hamka pernah mengatakan bahwa, “Kepribadian seperti apa yang dapat menarik seseorang? Budi yang tinggi, kesopanan, luasnya ilmu pengetahuan, menahan hati pada perkara-perkara yang belum jelas, kecerdasan, cepat dalam memberi kesimpulan, kepandaian menyusun kata, mampu menjaga perasaan orang lain”.
Pribadi Kerdil
Dewasa ini, kerap kita temukan para guru, dokter, rektor, bahkan pejabat negeri yang membawa peran besar di tengah masyarakat, namun amat disayangkan juga bahwa mereka melakukan berbagai tindakan amoral.
Mengapa hal itu bisa terjadi? alasannya adalah lemahnya kepribadian dalam diri mereka. Hidupnya hanya mementingkan harta dan tahta, yang mereka anggap sebagai sumber kebahagiaan. Padahal mereka tidak sadar bahwa pergerakannya tidak didorong oleh jiwa dan akal, melainkan oleh hawa nafsu belaka.
Begitu juga fenomena pemuda, perilakunya membuat ironi negeri kita saat ini, lemahnya kepribadian membuat mereka mudah terseret oleh arus putaran ideologi kiri. Demi kebebasan mutlak, mereka berdalih atas nama hak asasi manusia untuk melegitimasi prilaku yang menyimpang.
Kemajuan pribadi suatu bangsa dan kemerdekaan peradabannya tidak akan pernah bisa dicapai sebelum adanya kemajuan pada pribadi setiap individunya. Karena kemajuan sebuah bangsa akan ditentukan oleh kualitas individu masyarakat di dalamnya.
Hamka, mengatakan bahwasanya derajat kemajuan dan kejayaan yang didapat oleh tokoh-tokoh besar, dapat pula dicapai oleh manusia biasa seperti kita asalkan memiliki kepribadian yang kuat.
Di sini kita akan memahami bahwa tak sepatutnya kita lelah untuk menjadi pribadi yang berupaya untuk mendatangkan kemajuan. Segala macam jenis persoalan sudah pernah dirasakan oleh leluhur-leluhur berkepribadian hebat sebelum kita dan mereka mampu untuk menyelesaikannya
Oleh karena itu, hendaknya kita belajar dari pengalaman-pengalaman mereka untuk bisa menjadi pribadi yang besar sedari dini. Agar mampu memberikan dampak kebaikan pada peradaban Indonesia, menumbuhkan jiwa pribadi besar adalah sebuah keharusan bagi generasi muda.
Selamat Berproses Menjadi Pribadi Hebat Selanjutnya!!!
Oleh : Suniyyah Puspita Sari
Editor : Mas Krisna
1 Comment
[…] Baca juga: Pribadi Besar […]